Salah letak keliru pasang, kalau hanya dilakukan oleh satu orang saja mungkin tidak perlu menjadi perhatian kita. Tapi kalau salah letak keliru pasang dilakukan orang oleh banyak orang bak seantero negeri dan diulang-ulang setiap tahun, ini miris sekali. Apalagi jika sampai pihak pemerintah seolah turut mengabadikannya.
Kedua, sekalipun dilakukan banyak orang tapi kalau salah letak keliru pasang itu masalah sepele tidak jadi soal. Namun kalau sudah menyangkut Negara Republik Indonesia, menyangkut bangsa Indonesia tentu sebagai warga negara yang baik kita wajib dan harus berani meluruskannya, jangan terus dibiarkan.
Salah letak keliru pasang yang kami maksud adalah terkait adanya spanduk-spanduk, tema-tema, tulisan-tulisan. Baik itu di kantor-kantor, di media-media, di jalan-jalan yang berbunyi “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI” atau HUT KEMERDEKAAN RI kemudian ditulis 17 Agustus. Dari Sabang sampai Meraoke hampir semuanya berbunyi seperti itu.
Memang jika tidak dicermati hal ini tampak seolah-olah benar apalagi sudah terbiasa, jadi tidak terasa. Padahal penyebutan “DIRGAHAYU KEMERDEKAAN RI” adalah salah letak keliru pasang. Mengapa? Perhatikan Teks Proklamasi Kemerdekaan yang juga selalu dibaca setiap tanggal 17 Agustus dalam memperingati kemerdekaan ini.
Proklamasi. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta
Dari awal hingga ahir teks Proklamasi tidak ada satupun menyebut kata Republik Indonesia yang disebut adalah Bangsa Indonesia.
- “Proklamasi. Kami bangsa Indonesia, bukan Proklamasi kami Republik Indonesia.
- “Dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia, bukan “Dengan ini menjatakan kemerdekaan Republik Indonesia.
- Kemudian ditegaskan “Atas nama bangsa Indonesia,” bukan disebut atas nama Republik Indonesia
- Soekarno/Hatta, bukan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moch. Hatta
Ini bukti otentik sejarah yang tidak bisa diubah. Ini fakta sejarah.
Jadi jelasnya bahwa pada 17 Agustus 1945 itu yang merdeka adalah bangsa Indonesia bukan Republik Indonesia. Karena memang waktu itu Negara Republik Indonesia belum secara sah berdiri, baru esoknya tanggal 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu dalam teks Proklamasi disebutnya “Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”
Mengapa Bung Karno dan Hatta menyebut kemerdekaan Bangsa Indonesia bukan kemerdekaan Republik Indonesia, ya tentunya yang dijajah selama 350 itu adalah banga Indonesia memang bukan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri pada tanggal 18 Agsutus 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum pernah dijajah oleh Megara lain. Maka yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 itu adalah Bangsa Indonesia dan inilah yang kita peringati setiap tahun tepatnya tanggal 17 Agustus.
Jika kita hendak (juga wajib) memperingati Republik Indonesia maka yang tepat adalah tanggal 18 Agustus bukan tanggal 17 Agustus. Namun kurang tepat pula bila menyebutnya 18 Agustus adalah Kemerdekaan Republik Indonesia, yang lebih pas 18 Agustus adalah peringatan berdirinya Negara Republik Indonesia.
Jadi jalasanya tanggal 17 Agustus 1945 adalah Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 adalah peringatan berdirinya Negara Republik Indonesia.
Maka jika kita mengadakan peringatan pada tanggal 17 Agustus adalah Peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia bukan Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia. Inilah yang kami maksud dengan salah letak keliru pasang. “17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia tapi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.*
Untuk itu nanti dalam agenda peringatan dan upacara Pengibaran Bendera Sang Merah Putih tepat pada tanggal 17 Agustus 2014 dengan mengambil semangat kemerdekaan, roh dan jiwa sang Merah Putih. Dengan tulus dan tegas kita akan menyuarakan koreksi salah letak keliru pasang itu. “17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia tapi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Dua, dalam peringatan dan upacara Pengibaran Bendera Sang Merah Putih yang akan digelar di situs Bung Karno Kediri 17 Agustus 2014. Dengan mengambil spirit Sang Proklamator dan mengambil barokah di tempat bersejarah ini tanpa sedikitpun rasa takut kita akan menyuarakan koreksi salah letak keliru pasang itu. “17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia tapi Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Mengapa kita harus kembali mengambil spirit Bung Karno, karena memang Bung Karo tidak pernah menyebut dengan istilah 17 Agustus Kemerdekaan Republik Indonesia. Coba, tengoklah dalam sejarah, cari dalam pidato-pidato Bung Karno pernahkan Presiden Soekarno menyebut 17 Agustus Kemerdekaan Republik Indonesia. Insya Alloh tidak pernah. Berkembangnya penyebutan 17 Agustus adalah Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia itu kiranya bermula pada tanggal 16 Agustus 1970.
Rektor Universitas Bung Karno Jakarta sudah mengapresiasi adanya koreksi salah letak keliru pasang bahwa “17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia”. Sudah 2 tahun lalu, tepatnya 03 Agustus 2012 beliau menyatakan itu.
Dan khusunya untuk masyarkat Jawa Timur saya kira tidak perlu takut menyuarakan koreksi ini, karena itu koreksi untuk diri kita sendiri, bukan orang lain. Selain itu pada hari Ahad Kliwon tanggal 17 November 2013 sekitar jam 13.00 Wib dalam sebuah acara peringatan Tahun Haru Hijriyyah 1435 H kami pernah menyinggung adanya salah letak keliru pasang ini kepada Bpk Wakil Gubernur Jawa Timur Saifulloh Yusuf. Waktu itu beliau mengatakan akan menindaklanjuti persoalan ini.
Maka sekali lagi dengan mengambil semangat Bendera Sang Merah Putih di hati istimewa ini, tempat yang erat dengan sang Proklamator ini kami harus menyuarakan koreksi ini. “17 Agustus Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia, tapi yang benar adalah Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Kalau perlu kebenaran itu harus kita perjuangkan dengan sepenuh jiwa raga, bahkan sampai titik darah penghabisan. Inilah pesan makna dari Bendera Pusaka kita Sang Merah Putih yang harus warisi.
Sekali Sang Merah Putih dikibarkan, pantang untuk di turunkan. Merdeka!