Upaca peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia untuk yang kedua kalinya di gelar di situs Bung Karno Ndalem Pojok. Pada hari istimewa itu insperktur upacara membacakan pidato judul “Salah Letak Keliru Pasang-17 Agustus bukan Kemerdekaan RI”
Upacara di ikuti sekitar 400 orang dari kalangan pelajar, mahasiswa, tokoh/pemuka lintas agama dan masyarakat umum. “Ada kyai, ada toloh dari GKJW, Hindu juga Budha. “Setiap acara tokoh lintas agama selalu mendukung,” aku Yusuf Setijono Ketua Organisai Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia Yang Dijiwai Manunggalnya Keimanan Dan Kemanusiaan Kabupaten Kediri.
Setidaknya ada dua alasan mengapa mengapa pidato inspektur upacara perlu menegaskan hal itu. “Ini di hari yang istimewa, proklamasi kemerdekaan. “Dan didalam teks proklamasi, tidak satupun menyebut nama Republik Indonesia. Sebab republik itu berdiri tanggal 18 Agustus bukan 17,” papar Suhardono selaku inspektur upacara.
Kedua, upacara ini kita selenggarakan di situs yang erat dengan perjuangan Bung Karno, maka sama sekali tidak pantas jika kami mengingkari prinsip-prinsip Soekarno. Dalam sejarah Bung Karno tidak pernah sekalipun menyebut 17 Agustus adalah kemerdekaan Republik Indonesia. “Coba dari dalam pidato-pidato Bung Karno pernahkah?” tegas Suhardono. “Berkembangnya penyebutan 17 Agustus kemerdekaan Republik Indonesia itu kiranya berpangkal pada pidato Pak Harto pada tanggal 16 Agustus 1970, tambahnya.
Meski dengan pembawaan layaknya pidato Bung Karno yang berapi-api, di ahir sambutan Suahrdono mengaku bahwa kritik yang dia sampaikan itu pada hakekatnya ada bukanlah penemuan dia sendiri.
“Koreksi salah letak keliru pasang ini adalah pemikiran berlian dari seorang ulama’ tasawuf, seorang kyai, orang pimpinan thoriqoh di Jombang. “Sebenarnya saya hanya menyambung lidah saja,” katanya merendah.
“Bagi orang yang mau berfikir jernih dan mendalam koreksi salah letak keliru pasang bahwa 17 Agustus bukan Kemerdekaan Republik itu sebenarnya punya makna yang luas dan mendalam, karena ini koreksi dari ulama’ tasawwuf ” tandasnya mengahiri.