Mari Belajar Gamelan
Bagi anak-anak muda jaman sekarang mendengar kata ”gamelan”, mungkin dianggap konu atau jadul. Mana suaranya monoton, hanya tang–tong, teng–tong, enggak jelas. Lagian yang biasa main hanya orang-orang tua.
Kesan seperti ini tak sepenuhnya salah, pasalnya memang anak-anak muda kurang mendapat wawasan soal gamelan dan belum pernah merasakan nikmat dan manfaatnya. Ibarat buah durian, karena tertipu oleh kulit luarnya yang jelek serta baunya seperti bangkai buru-buru saja menolak. Pahadal jika sudah tau nikmatnya pasti keasyikan.
Disamping itu, derasnya arus teknologi dan informasi membuat pemuda jaman sekarang lebih mudah tertarik dengan budaya luar yang terkesan modern, sementara budaya sendiri kurang diperhatikan. Tentu anak-anak tak harus disalahkan, justru tugas generasi tua-lah yang harus memberi contoh, membekali generasi muda dengan ahlak mulia dan jatidiri bangsanya. Maka jika usaha ini berhasil maka akan tercetak generi yang maju dan modern tapi tetap teguh memegang nilai-nilai luhur bangsanya.
Coba bayangkan, di Amerika Serikat sudah ada 500 perangkat gamelan, di Inggris dan Jepang ada sekitar 100 perangkat gamelan. Bahkan di Australia, Jerman, Perancis, dan Singapura kabarnya hampir setiap sekolah dasar memiliki gamelan. Aneh, jika di Indonesia ini, terlebih di Jawa jika tidak mau belajar gamelan. Padahal asal muasal gamelan yang sudah mendunia itu “lahirnya” ya di Jawa. Janganlah sampai anak-anak kita nanti harus belajar gamelan harus ke luar negeri. Atau jangan sampai setelah dipantenkan di luar negeri baru teriak-teriak.
Menapa harus belajar gamelan.
Kata gamelan sendiri berasal dari bahwa Jawa “gamel” yang berarti memukul/ menabuh, diikuti akhiran “an” yang menjadikannya sebagai kata benda “gamelan. Menurut mitologi Jawa, pencipta gamelan bukanlah sembarang orang, Beliaulah Sang Hyang Guru pada era Saka. Beliau adalah Penguasa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung Mahendra (Gunung Lawu).
Bukti otentik yang pertama tentang keberadaan gamelan ditemukan di Candi Borobudur. Pada reliefnya terlihat beberapa peralatan seperti suling bambu, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan dipetik, dan elemen alat musik logam. Pada jaman Mojopahit, alat musik gamelan mengalami perkembangan yang sangat baik hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini.
Alat musik gamelan adalah kesatuan alat musik yang harus dimainkan secara bersama. Tidak ada yang paling menonjol antar satu alat dengan alat yang lain, semua berjalan seirama. Maka ada istilah “nglaras roso”. Tidak juga seperti musik barat yang di patok dengan hitungan tempo tertentu, tempo pada musik gamelan justru unik, bisa berubah mencepat atau melambat sesuwai larasnya.
Menurut beberapa penelitian, rahasia “ngaras noso” ini adalah ungkapan terhadap pandangan hidup orang Jawa. Pandangan yang dimaksud adalah: sebagai orang Jawa, selalu “memelihara keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, serta keselarasan dalam berbicara dan bertindak dan selalu berusaha mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud paling nyata dalam musik gamelan adalah tarikan tali rebab yang sedang, panduan keseimbangan bunyi kenong, saron, kendhang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Menurut sejarah, gamelan wayang sudah ada dan berkembang sejak kejayaan Hindu Budha di tanah air. Gamelan selalu dibunyikan untuk meramaikan pegelaran dikalangan rakyat dan sudah merupakan kegemaran yang mendarah daging. Namun ada juga yang berpendapat gamelan, wayang itu sudah ada sebelum Hindu Budha masuk ke tanah air. Bahkan batik dan juga huruf Jawa. Artinya ada sebuah keyakinan bahwa budaya-budaya luhur itu adalah asli dari bumi Nusantara. Adapun kedatangan agama-agama itu lebih menyempurkan terkait kondisi masyarakat dan budaya-budayanya sebagai sarana dakwah. Karena itulah ketika dakwah Islam masuk ke Nusantara budaya-budaya itu tetap dilestarikan dan disempurkan sesuwai ajaran agama Islam. Usaha menggubah gamelan sebagai budaya adiluhung oleh para Wali diterima dengan baik oleh masyarakat, karena gubahan itu tidak mengurangi nilai arti yang dilambangkan.
Nah, dengan demikian kiranya belajar gamelan ini sangatlah penting. Hari ini kita banyak melihat nilai-nilai luhur kita seperti: toleransi, santun, gotong-royong, selalu memelihara kehidupan jasmani dan rohani, laras dalam berbicara dan bertindak mulai luntur. Sementara yang muncul adalah sifat matrialis, individual, lantas lahirlah korupsi dimana-mana. Jadi marilah kita belajar kembali pada jitidiri bangsa. Kita mulai dari hal yang sepele dan sederhana, belajar gamelan tak sekedar hiburan, keindahan, kenikmatan dan seni tapi membentuk karakter bangsa yang baik.
Di situs Bung Karno Kediri telah dibuka belajar gamelan secara gratis telp/sms 082230003555. Setiap hari Minggu pagi pukul 09.00 Wib*