Karawitan berasal dari bahasa jawa rawit yang bararti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata jawa karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
Musik yang satu ini memang masih banyak digemari, sekalipun jumlah penggemarkan bisa dikatakan turus menurun, kalah dengan music-musik modern. Seperti di Desa Pojok musik yang pernah berjaya ini sudah cukup lama tenggelam dan baru-baru ini dibangkatkan lagi berpusat di Situs Bung Karno Kediri. Rutin digelar setiap hari Kamis malam Jum’at pukul 20.00 s/d 24.00
Menengok sejarah Musik Karawitan khususnya gemalan Ndalem Pojok sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Konon pada kisaran tahun 1920-1948 Ndalem Pojok sudah memiliki seperangkat alat music gemelan ini.
Menurut cerita sekitar pada tahun 1946 saat RM. Sajid Soemodiarjo tahun diangkat menjadi penasehat Presiden Soekarno sekaligus Kepala Rumah Tangga Istana di Jogjakarta yang otomatis beliau harus tinggal di istana hal ini membuat gamelan yang berada di Ndalem Pojok kurang terawat. Pasalnya saudara RM. Sajid Soemodiarjo yang diperintah menunggui Ndalem Pojok tidak begitu suka dengan alat musik pukul ini. Konon sampai-sampai seperangkat gamelan ini dipindahkan dari pendopo kemudian “digudangkan”. Lama-kelamaan gamelan semakin tak terawat hingga ahirnya kocar-kacir tak jelas rimbanya.
Selang 66 tahun kemudian, tepatnya pada bulan Januari 2014 seperangkat alat musik gamelan kembali lagi ke Ndalem Pojok, sekalipun bukan asli seperti dahulu. Gemelan yang sekarang ini masih sangat sederhana berbahan besi biasa.*