Dari Bedah Buku Trilogi Spiritualitas Bung Karno 1: Candradimuka (4)
Tiga tahun Bung Karno pernah menghabiskan masa kanak-kanaknya di Ndalem Pojok, Wates. Ubi bakar menjadi salah satu makanan favorilnya.
Kisah inii berawal ketika Raden Soekeni rnengajak istri dan anak-anaknya sowan ke Ndalern Pojok pasca-kesembuhan Koesno (nama kedil Bung Karno, Red) dan sekaratnya. ini terkait rencana penantian nama Kusno menjadi Soekarno Sekaligus ruwatannya. Sebelurnnya, R. Soekemi juga sudah mengonsultasikan hal itu kepada ayahandanya Raden Bendara Hardjodikrorno, pengusaha batik sukses, di Tulungagung.
Dari Ploso, Jombang, mereka berempat naik kereta api. Raden Soekeni, Idayu Nyoman Ray Srimben, serta dua anak mereka. Yaitu, Karsinah yang sudah berganti nama menjadi Soekarmini serta Koesno yang masih bayi. Mereka turun di Stasiun Wates sebelum kemudian naik dokar menuju Ndalem Pojok. Perternuan itulah yang disambut suka cita oleh keluarga besar Raden Mas Panji Soemohatmodjo (Eyang Panji), ayahanda Raden MasSoemosewojo alias Dhimas Umo atau Denmas Mendung.
Dari pertemuan itu pula, Eyang Panji menyarankan Soekeni agar menitipkan keluarganya di Ndalem Pojok. Soekeni setuju karena istri dan anak-anaknya rnembutuhkan suasana dan udara yang lebih sehat daripada di Ploso yang merupakan daerah pegunungan kapur. Apalagi, Koesno masih perlu perawatan untuk masa penyembuhannya. Soekeni pun rela bolak-balik Jombang-Kediri untuk menjenguk anak istrinya.
Dari penetusuran Dian Sukarno, penulis buku ini, keluarga tinggal di Ndalem Pojok mulal 1903-1906. Itu berarti saat Bung Karno berusia sekitar dua tahun hingga lima tahun. Di sanalah proklamator RI itu menghabiskan masa balitanya.
Keputusan Soekeni untuk menitipkan keluarganya di Ndalern Pojok ternyata tepat. Sebab, hanya berselang enam bulan setelah itu, kondisi kesehatan Koesno semakin baik. Bahkan, saat datang menjenguk, Soekeni melihat tubuh anak lelakinya itu tidak lagi kurus. Kedua pipi dan badannya sudah berisi. Udara segar Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates yang berada di lereng Gunung Kelud cocok untuk pertumbuhannya.
Seiring dengan itu, pergerakannya juga semakin lincah. Di halarnan dan pekarangan Ndalem Pojok yang luas, Soekarno kecil sering bermain dan berlarian. Salah satu kesukaannya adalah berebut jangkrik dan sisa-sisa ketela yang baru dipanen dengan anak para abdi dalem Eyang Panji. Salah satu abdi dalem yang mernpunyai perhatian besar terhadapnya adalah Djojo Sar. Dia sering membakar ubi untuk diberikan kepada Soekamo.
Soekarno kecil beserta Soekarmini, kakaknya, dan Nyai Srimben, ibunya, tinggal di sana hingga dia berusia lima tahun. Di rumah itu pula namanya diganti dari Koesno menjadi Soekarno saat dia berusia dua tahun. Perubahan nama itu ditandai dengan upacara bancakan atau kenduri jenang abang-putih. Seluruh keluarga Ndalem Pojok ikut menyaksikan.
Setelah berusia lima tahun, Soekarno beserta kakak dan ibunya diboyong kembali oleh Radèn Soekeni ke Ploso, Jombang. Sebab, perekonomiannya mulai membaik. Tidak lagi di rumah papan, rnereka kini tinggal di Padi Central, satu kompleks permukiman pada kantor Wedana Ploso. (adi nugroho/ hid/bersambung). Di ketik ulang dari Jawa Pos – Radar Kediri edisi Selasa, 09 Juli 2013