TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI – Diklat gratis masalah keris pusaka banyak diminati para pelajar. Puluhan pelajar mulai SD, SMP sampai SMA tampak antusias mengikuti diklat yang digelar di rumah masa kecil Bung Karno di Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, Jumat (2/5/2014).
Bertindak sebagai pemateri Gus Barok dari komunitas pemerhati keris pusaka dan tosan aji Kediri. Selain memaparkan soal seluk beluk masalah keris pusaka, juga menjelaskan semua arti dan makna yang ada pada benda keris.
“Keris ini jenis dan bentuknya bermacam-macam. Ada keris luk (berkelok-kelok) dan keris lurus, semuanya ada makna dan arti harfiahnya,” ungkap Gus Barok yang juga kolektor keris.
Gus Barok kemudian menjelaskan arti luk sengkelat, jenggot, kembang kacang, lambe gajah, sengkelat hingga parung sapi.
“Keris ini tidak hanya ada di Jawa tapi juga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan di negara Malaysia hingga Brunai Darusalam juga ada empu pembuat keris,” jelasnya.
Gus Barok juga menegaskan, meski merupakan salah satu senjata tajam, namun keris bukan senjata pembunuh tapi sebagai pusaka.
Keris juga benda seni yang dibuat oleh empu atau pembuat dengan memperhatikan berbagai macam variasi dan tempaan. Termasuk kandungan keris dapat terdiri berbagai macam jenis besi-besian.
Sementara saat ditanya salah satu pelajar apakah ada perbedaan keris untuk pria dan perempuan? Gus Barok menjelaskan, keris untuk perempuan biasa disebut patrem dengan model dan bentuk panjangnya tidak lebih dari 30 cm.
Ada juga keris kecil atau keris mini yang juga berfungsi sebagai tusuk konde. Keris ini banyak dibawa perempuan pada masa dahulu sebagai senjata jika mendapat gangguan dari orang jahat dan tangan jahil.
“Keris tusuk konde ini bisa diselipkan di gelungan rambut. Ketika mendapat gangguan dari orang jahat, keris tusuk konde ini sebagai alat senjata pamungkas perempuan untuk melawan,” tuturnya.
Selain diklat gratis soal keris, juga ada diklat jurnalistik dengan nara sumber wartawan. Ada diklat kesenian Jawa seperti gamelan, sinden, tari, budi pekerti, musik, seni budaya serta seni pedalangan.
Hartono, selaku panitia acara peringatan Hari Pendidikan Nasional di rumah masa kecil Bung Karno menyebutkan, pagi hari juga digelar upacara bendera dengan peserta masyarakat sekitar dan para pelajar di sekitar Kediri. “Ada ratusan pesertanya,” jelasnya.
Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan berbagai diklat yang berlangsung gratis untuk pelajar dan masyarakat umum. “Meski persiapan kami sangat mendadak, namun peserta yang ikut banyak,” jelasnya.
Malahan panitia juga mendapat bantuan dari instruktur musisi jazz dari Jakarta. “Kami juga kedatangan Mas Sony al Kaffa musisi dan guru seni musik jazz yang menjadi instruktur sekolah musik di Jakarta serta memberikan les privat musisi nasional,” jelasnya.
Sesuai rencana kegiatan serupa bakal digelar untuk memperingati hari besar nasional lainnya. “Kami akan menggelar kegiatan serupa menyambut peringatan Hari Kebangkitan Nasional,” tambahnya.* Didik Surya