SURYA Online, SURYA – Soekarno ternyata pernah bermukim dan menghabiskan masa kecilnya di Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Dia diasuh ayah angkatnya RM Soemosewoyo yang masih kerabat ayah Soekarno, RM Soekemi Sosrodihardjo.
Malahan, pergantian nama tokoh proklamator itu, yang pemberian ayahnya bernama Soesno kemudian diganti Soekarno, juga dilakukan di rumah RM Soemosewoyo.
Pergantian nama itu dilakukan karena Soesno kecil sering sakit-sakitan dan RM Soemosewoyo bersedia mengobati sakitnya Soesno asal orangtuanya memenuhi dua syarat yang diajukan, yakni namanya harus diganti dan diambil menjadi anak angkat.
Syarat itu disetujui oleh RM Soekemi yang kemudian mengganti nama anaknya menjadi Soekarno sekaligus menjadi anak angkat RM Soemosewoyo saat berusia dua tahun.
Malahan Soekarno kecil juga sempat beberapa tahun nderek ayah angkatnya dan tinggal di kamar kecil berukuran 3 x 4 meter di ndalem Wates yang berhalaman luas.
Rumah RM Soemosewoyo menempati lahan seluas satu hektar beraksitektur khas rumah joglo Jawa. Aslinya rumahnya berdinding gedhek, tapi sekarang sudah ditembok.
Di rumah petilasan itu ada dua kamar yang pernah ditempati Soekarno saat masih kecil dan satu kamar lagi saat Soekarno menjadi Presiden.
“Kamar depan sebelah timur itu ditempati saat Soekarno masih anak-anak, sedangkan kamar di belakang ditempati jika Soekarno singgah ke Wates,” ungkap RM Soeharyono (75) salah satu ahli waris RS Soemosewoyo.
Namun Soeharyono mengaku, saat ini sudah tidak ada lagi foto kenang-kenangan Bung Karno masa kecil tinggal di rumahnya. Karena saat meletus peristiwa G 30 S PKI, foto-foto yang ada gambar Soekarno diambil semua oleh aparat militer.
“Dulu fotonya banyak, tapi sudah dibawa semua oleh orang Kodim. Fotonya di dinding disogroki petugas,” ungkapnya.
Meski begitu masih banyak saksi mata dari warga Desa Pojok yang pernah menyaksikan saat Bung Karno berkunjung ke ndalem petilasan Wates saat sudah menjadi Presiden.
Beberapa orang yang masih hidup di antaranya, Supini (81), anak Joyo Sar yang pernah menjadi pesuruh dari keluarga RM Soemosewoyo.
“Kalau Bung Karno datang ke Wates, ayah saya yang diminta untuk membakarkan jagung. Sedangkan makanan kesukaannya pecel lele dan sayur meniran,” ungkap Supini.
Beberapa warga lainnya yang pernah menyaksikan Bung Karno datang ke ndalem Wates di antaranya, Suryono (81), Suwarsono (83), Sutoyo (82), Sunarko (80), Misidi (79) serta Suharno (80).
“Saya masih ingat ketika Bung Karno ke Wates saya dikumpulkan untuk menyanyi sorak-sorak sambil tepuk-tepuk tangan. Malahan Bung Karno meminta salah satu dari kami untuk nembang Jawa,” ungkapnya.
Permintaan itu dituruti oleh rekannya yang bernama Suharno yang kemudian nembang Sinom. “Usai nembang kami bersalaman dengan Bung Karno,” tambahnya.
Sementara Kuswartono (45), putra RM Soeharyono mengungkapkan, rahasia mengapa Soekarno selalu memakai peci miring karena untuk menutupi luka di jidatnya akibat terjatuh ketika bermain di pohon beringin yang ada di depan rumahnya.
Di rumah Soemosewoyo dahulu memang ada pohon beringin besar yang biasa dipakai bermain anak-anak, termasuk Soekarno kecil yang biasa bermain dengan memanjat pohon beringin.
Namun pohon beringin itu Tahun 1970-an ambruk setelah diterjang angin kencang. Ambruknya pohon beringin itu juga dipermalahkan aparat militer yang menuduh RM Soemosewoyo tidak setia dengan Orde Baru yang berlambang pohon beringin.
“Gara-gara pohon beringin ambruk saja, saya beberapa kali dipanggil ke Koramil,” tutur RM Soeharyono.
Rumah petilasan Wates sendiri sering dikunjungi sejumlah tokoh nasional, diantaranya dr Soetomo, R Sosrokartono dan HOS Tjokroaminoto.
Malahan di ndalem Pojok, Tjokroaminoto pernah melatih Soekarno berorasi. Orasi itu dilakukan di bawah pohon beringin yang pohonnya rindang. Soekarno berteriak-teriak ketika berlatih orasi.
Lokasi pohon beringin tempat dimana Soekarno berlatih orasi sekarang menjadi tiang bendera. Di lokasi itu untuk pertama kalinya digelar upacara bendera memperingati HUT Proklamasi ke-68 yang diikuti ratusan kerabat keluarga RM Soemosewoyo serta masyarakat.* Didik Mashudi (Surya online Sabtu, 17 Agustus 2013 21:59 WIB).