Dari Bedah Buku “Spiritualitas Bung Karno 1: Candradimuka (3)
(Jawa Pos-RADAR KEDIRI) Siapa sebenarnya Denmas Mendung? Apa pula kaitannya dengan Ndalem Pojokkrapak, Wates?
Misteri Denmas Mendung ter-singkap setelah ldayu Nyoman Rai Srimhen, ibunda Soekarno, penasaran terhadap sosoknya. Dia memaksa suaminya, Raden Soekeni, agar dipertemukan dengan orang yang telah menyembuhkan bayinya dari sekarat itu. Kalau tidak mau diberi uang atau barang, ia sekadar ingin mengucapkan terima kasih kepada orang tersebut.
Semula, Soekeni berusaha mencegahnya. Sebab, selain tidak mau diberi uang atau barang, menurut penuturan orang-orang Denmas Mendung tidak mau ditemui perempuan. Itu adalah bagian dari laku tirakat-nya.
Tapi, Idayu terus memaksanya. Pokoknya, dia harus bertemu walaupun sekadar untuk mengucapkan terima kasih. Itu sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh leluhurnya di Bali. Soekeni pun akhirnya mengalah. Dia tak kuasa menolak kemauan sang istri. Berdua, mereka akhirnya kemball naik dokar dari rumah papan di Ploso menuju Kedungpring. Adapun bayi Kusno (nama kecil Bung Karno, Red) dan kakaknya, Karsinah, dititipkan kepada tetangga.
Sesampainya di kediaman Denmas Mendung, suasana sepi. Pintu tertutup rapat. Meski diketuk-ketuk, tetap tak ada jawaban. Idayu yang sudah tidak sabar lantas mencari lubang di celah-celah dinding untuk mengintip keberadaan tuan rumah di dalam.
di balik keremangan, d ilihatnya wajah yang ternyata sudah tidak asing baginya. “Oh, ternyata ini orang yang bernama Denmas Mendung. Ya, kalau kamu tidak mau keluar, terpaksa pintu rumah ini aku dobrak,” katanya seperti ditulis dalam buku karya Dian Soekarno yang bergaya novel sejarah tersebut.
Dengan alu (kayu penumbuk padi atau kopi, Red) yang ditemukannya, pintu kayu itu pun didobrak Idayu. Braakk…! Begitu pintu terbuka, Soekeni dan Idayu menjerit bersamaan, “Dhimas Umo…?” Mereka lalu menghambur dan sama-sama memeluk erat orang yang di-panggil sebagai Dhimas Umo itu.
Dari situlah misteri Denmas Mendung akhirnya terkuak. Dia tak lain dan tak bukan adalah Haden Mas Soemosewojo, adik sepupu Soekeni, yang dulu pernah membantunya untuk mendapatkan cinta ldayu di Buleleng, Bali. R.M. Soemosewojo adalah putra dari Raden Mas Panji Soemahatmodjo, patih ndalem Sinuwun Pakubuwono IX.
R.M.P. Soemohatmodjo juga pengikut Pangeran Diponegoro yang setelah Perang Jawa 1825-1830 melarikan diri dari buruan tentara Belanda ke Ke Kediri. Tepatnya di wilayah yang kini masuk Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
Di sanalah R.M.P. Soemahatmodjo kemudian hidup berbaur dengan warga. Di desa itu pula dia membangun rumah yang kini disebut Ndalem Pojokkrapak. Rumah itu diperkirakan dibangun sekitar 1862 hingga 1870-an.
Sementara, setelah pertemuan yang menguak misteri Denmas Mendung itu, R.M. Soe-mosewojo bersama keluarga Raden Soekeni akhirnya sepakat untuk sama-sama sowan kepada R.M.P. Soemohatmodjo di Ndalem Pojokkrapak, Wates. Ini terkait pula dengan perubahan nama bayi Kusno menjadi Soekarno karena nama lama dianggap tidak cocok. Mereka ingin mendapatkan restu dari para sesepuhnya. Soekeni juga sepakat bahwa R.M. Soemosewojo menjadi ayah angkat dari Soekarno. Apalagi, dulu mereka sudah mempunyai kesepakatan. Yakni, jika Soekeni memiliki anak laki-laki, adalah hak Soemosewojo untuk mendidiknya.* (adi nug-roho/hid/bersambung). Di ketik ulang dari Jawa Pos Radar Kediri SENIN 8 JULI 2013