cerita pagi
Lanjutan…..
Kecuali, kata Suratmi, bagian depan atau ruang tamu cukup luas yang kayunya hancur diganti batu bata. Juga sebagian atap yang rusak karena bocor.
“Yang lain masih asli, termasuk dinding yang terbuat dari gedek kalau masih bagus tetap dibiarkan. Hanya dicat putih. Begitu juga atap plafon yang terbuat dari sesek masih bagus dan hanya dicat putih. Jadi, kesan kuno dan asli tetap terpancar dari Ndalem ini,” tuturnya.
Sedangkan bagian belakang rumah makin luas. Selain lebih tinggi, semua bahan kayu asli kayu jati tua atau gebyok yang masih utuh. Ada beberapa kamar. Salah satu kamar difungsikan menyimpan benda-benda pusaka.
“Kamar itu tak boleh sembarang orang membukanya,” terang Suratmi.
Beragam perabot lawas mulai kursi meja hingga lemari terbuat dari kayu jati masih dipertahankan. Foto dan berbagai slogan Bung Karno selama masa perjuangan dipajang dan ditempel dalam ruangan depan dan juga tersebar di halaman rumah.
Di sebelah kanan Ndalem Pojok kini dibangun musala permanen. Sedang sebelah kiri dibangun panggung sanggar kesenian. Setiap malam Jumat legi ada pementasan wayang kulit.
“Ini sesuai pesan Eyang Panji yang membangun Ndalem Pojok. Semua itu dibangun anak-anak dengan biaya sendiri,” terang Suratmi.
Ditambahkan Suratmi, banyak yang memang tidak tahu bahwa Ndalem Pojok ini pernah jadi kediaman Bung Karno saat kecil. Itu sengaja dirahasiakan atau disembunyikan keberadaannya saat Orde Baru berkuasa. Bukan apa-apa, dikhawatirkan ada masalah.
“Tapi, orang-orang tua kampung (Dusun Krapak) tahu kalau Bung Karno dan orang penting Republik ini sering singgah di sini. Mereka begitu hormat makanya mereka menyebut rumah ini Ndalem,” tuturnya.
Baru tahun 2013 Ndalem Pojok mulai dipublikasikan keberadaannya. Beberapa keluarga Bung Karno, seperti anaknya, Rahmawati, ikut mengunjungi Ndalem Pojok.
“Tapi, jauh sebelumnya saat Pak Harto masih berkuasa Ibu Megawati juga pernah sowan ke sini,” tuturnya.
Sejarah Ndalem Pojok bermula saat Raden Mas Panji Soemo Hatmodjo atau biasa dipangil Eyang Panji membangun rumah ini antara tahun 1862 hingga 1870.
Eyang Panji adalah seorang pengikut Pangeran Diponegoro. Setelah Perang Jawa tahun 1825 sampai 1830, Eyang Panji melarikan diri ke Kediri untuk menghindari kejaran Belanda.
Eyang Panji yang juga seorang patih Ndalem Sinuwun Pakubuwono IX Surakarta lalu membaur dengan masyarakat dan membangun Ndalem Pojok. Keturunan Eyang Panji adalah RM Surati Soemosewoyo yang dikenal Denmas Mendung dan saudaranya RM Sayid Soemosewoyo.
Selanjutnya, keturunan RM Sayid Soemasewoyo adalah RM Haryono. “Beliau (RM Haryono) suami saya yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Sejak 1963 kami tinggal di Ndalem Pojok,” ujarnya seraya memberikan fotokopi buku sebelas halaman berjudul “Sepenggal Sejarah Ndalem Pojok” karangan Dian yang mengutip ulang tulisan bersambung koran lokal yang memuat sejarah Ndalem Pojok dengan mewawancarai RM Haryono semasa hidup.
“Sampeyan bisa baca ini untuk melengkapi tulisan sejarah Ndalem Pojok,” kata Suratmi yang masih tampak energik meski usianya akan memasuki kepala tujuh. (bersambung)