Warga besar Thoriqoh Shiddiqiyyah Se-Indonesia mempersembahkan Rumah Syukur Kemerdekaan Indonesia Layak Huni Shiddiqiyyah sebagai wujud mensyukuri nikmat Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan Ulang Tahun berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 18 Agutus 1945.
Secara resmi Rumah Syukur Kemerdekaan itu serahkan kepada semua penerima dengan acara seremonial yang di pusatkan di Pesantren Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah Losplos Losari Ploso Jombang. Sabtu, 20 Agustus
“Alhamdulillahirobbil‘aalamiin pada peringatan Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang ke 77 tahun ini kita telah dibangun Rumah Syukur Kemerdekaan Indonesia Layak Huni Shiddiqiyyah sejumlah sementara 131 Unit di 93 Kota / Kabupaten dalam 14 Provinsi,” kata Ibu Nyai Shofwatul Ummah Ketua Umum DHIBRA Shiddiqiyyah.
Sementara total Santunan Nasional Pembangunan Rumah Syukur Kemerdekaan Indonesia Layak Huni Shiddiqiyyah dalam Rangka Tasyakkuran Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia dari awal hingga tahun ini sejumlah 1.677 unit.
Rilis media DPP Organisasi Shiddiqiyyah (Orshid) menyebutkan frasa 17 Agustus Kemerdekaan Republik adalah salah letak keliru pasang yang tepat adalah 17 Agustus 1945 adalah Hari Kemerdekaan Bnagsa Indonesia dan 18 Agustus adalah Hari Berdirinya NKRI.
“Sejak 1978 KH. Kyai Muhammad Muchtar Mu’thi pimpinan Pesantren Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiiqyyah Jombang sudah mengeluarkan seruan mengajak warga Thoriqoh Shiddiqiyyah untuk mensyukuri nikmat Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuh tahun kemudian Beliau mengeluarkan 5 jilid kitab berjudul Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan Bangsa Indonesia,” papar Joko Herwanto Ketua DDP Orshid.
Dikatakan juga ada enam dosa besar politik jika menyebut 17 Agustus Kemerdekan Republik.
Pertama dosa politik l terhadap Proklamasi karena jika menganggap frasa tersebut benar berarti pernyataan kemerdekaan Bangsa Indonesia dalam Teks Proklamasi itu dianggap salah.
Dua dosa besar politik kedua terhadap Bapak Bangsa. Jika berpendirian bahwa yang benar adalah “Kemerdekaan Republik Indonesia” bukan “Kemerdekaan Bangsa Indonesia” berarti menganggap bahwa para Bapak Bangsa yang telah menyusun Teks Proklamasi itu salah.
Tiga, dosa besar politik ketiga terhadap Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sudah merdeka tapi dianggap belum merdeka. Karena tanggal 17 Agustus 1945 dianggap yang merdeka adalah Republik Indonesia.
Empat, dosa besar politik keempat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika berpendirian “Kemerdekaan Republik Indonesia” berarti sama halnya menganggap Negara Kesatuan Republik Indonesia ini pernah dijajah kemudian merdeka.
Berikutnya dosa besar politik kelima terhadap sejarah dan osa besar politik keenam terhadap Pembukaan UUD 1945.
“Jas Merah jangan sekali-kali melupakan sejarah demikian pesan Bapak Bangsa kita Soekarno Hatta,” pungkas Joko.