Posted By: Redaksi 4 Juni 2015
RINGTIMES.NET Kediri – Hangatnya kabar Presiden Republik Indonesia Jokowi salah menyebut nama kota kelahiran Soekarno menjadikan ringtimes.net hangat diperbincangkan. Sebab, pada 26 Mei 2015 ringtimes.net memuat berita tentang kelahiran Soekarno berdasar ulasan Peter A. Rohi yang banyak disadur dari biografi sastra berjudul Soekarno sebagi Manusia karya Im Yang Tjoe tahun 1933.
Ringtimes.net disebut seolah-olah tahu sebelum Jokowi salah menyebut. Bahkan, ada pula kabar Jokowi salah menyebut itu ada unsur kesengajaan oknum tertentu, dan ringtimes.net mengetahui rencana itu. Sehingga, ringtimes.net sengaja membuat berita tersebut dengan tujuan agar dibaca Jokowi.
Tetapi, semua dugaan itu tidak benar. Ringtimes.net memuat berita berjudul “Soekarno Benar-benar Tidak Lahir di Blitar, melainkan di” itu murni upaya ringtimes.net memberikan informasi dan edukasi kepada semua pembaca. Keterkaitan antara berita tersebut dan kesalahan penyebutan oleh Jokowi beberapa hari berikutnya adalah soal kebetulan.
Sementara itu, kali ini ringtimes.net akan menyajikan sedikit kisah tentang masa kecil Soekarno dan terkait perubahan namanya. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang lahir 6 Juni 1901 itu ternyata pernah bermukim dan menghabiskan masa kecilnya di Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Di Desa Pojok ini Koesno Sosrodihardjo berganti nama menjadi Soekarno. Pergantian nama oleh RM. Soemosewoyo ayah angkatnya itu akibat Koesno sering sakit-sakitan.
RM Soemosewoyo adalah kerabat ayah Soekarno, RM. Soekemi Sosrodihardjo. Dia tidak memiliki putra dan juga tidak menikah. Menurut R. Koeshartono, kerabat RM. Soemosewoyo, RM. Soemosewoyo bersedia mengobati Koesno dengan dua syarat, yakni namanya harus diganti dan diambil menjadi anak angkat.
“Syarat itu disetujui RM. Soekemi yang kemudian mengganti nama anaknya menjadi Soekarno sekaligus menjadi anak angkat RM. Soemosewoyo saat berusia dua tahun,” ungkap Koeshartono.
Menurut Koeshartono, Soekarno juga sempat tinggal lama di rumah yang memiliki dua kamar berukuran 3X4, yakni kamar ketika Soekarno masih balita. Ketika masa perjuangan dan menjabat sebagai presiden, konon Soekarno pernah menengok RM. Soemosewoyo.
Rumah RM. Soemosewoyo atau yang lebih terkenal dengan nama Ndalem Pojok itu berada di lahan seluas satu hektare lebih dan beraksitektur khas joglo. “Kalau aslinya dulu gedek (anyaman bambu), karena termakan usia akhirnya dirombak. Namun, ada beberapa bagian yang masih asli dan kita pertahankan hingga sekarang,” tambah Koeshartono.
Sangat disayangkan foto-foto kenang-kenangan Soekarno sudah tidak ada lagi di rumah yang sangat bersejarah itu. Menurut R. Soeharyono (75), cucu keponakan RM. Soemosewoyo, foto-foto itu diambil militer saat setelah peristiwa G30S PKI.
“Fotonya diambil orang-orang yang konon dari kodim, bahkan sebagian ada yang dirusak,” kenang R. Soeharyono.
Beberapa saksi pun menguatkan kisah Soekarno yang pernah tinggal di Ndalem Pojok. Itu menjadi “kunci” tentang sejarah Soekarno di Ndalem Pojok, di antaranya Supini (81), anak Joyo Sar yang pernah menjadi pesuruh keluarga RM. Soemosewoyo.
“Kalau Bung Karno datang ke Wates, ayah saya yang diminta membakarkan jagung. Sedangkan makanan kesukaannya pecel lele dan sayur meniran,” ungkap Supini.
Beberapa warga lain yang pernah menyaksikan Bung Karno datang ke Ndalem Wates, di antaranya Suwarsono (83), Suryono (81), Sunarko (80) Sutoyo (82), Misidi (79) serta Suharno (80).
“Biasanya kalau Bung Karno ke Wates kami selalu dikumpulkan untuk menyanyi sorak-sorak sambil tepuk tangan. Malahan Bung Karno pernah meminta salah satu dari kami nembang Jawa,” kenang R. Soeharyono seperti dikutip ringtimes.net melalui merdeka.com.