Dari Bedah Buku Trilogi Spiritualitas Bung Karno 1: Candradimuka (9-Habis)
Butuh dukungan semua pihak agar warisan sejarah seperti Ndalem Pojok, Wates bisa terus berdiri. Menjadi pengingat zaman Memberi kenangan tentang kebesaran Soekarno, bapak pendiri bangsa ini.
“Jadi aku memasuki akhir dari windu ketiga. Setu windu adalah jangka waktu yang lamanya 8 tahun. Tahun 1901 sampai 1909 adalah windu dengan pemikiran kanak-kanak. Dari 1910
sampai 1918 adalah windu pengembangan. Dari 1919sampai 1927windu untuk mematangkan diri. Aku sudah siap sekarang.
Itulah ucapan Bung Kamo seperti yang ditulis wartawan Cindy Adam, wartawati asal Amerika dalam bukunya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat. Ucapan itu juga memberikan gambaran masa-masa penggemblengan Soekarno dalam kawah candradimuka seperti dijabarkan Dian Sukarno, dalam buku ke-1 Trilogi Spiritualitas Bung Karno.
Bahwa sebagai manusia, Soekarno melewati masa-masa yang membentuknya menjadi sebuah pribadi besar. Memaknai setiap langkah kecilnya, memberi arti dalam pemikiran-pemikiran besarya.
Masa yang tak lepas dari lokasi-lokasi yang pernah disinggahinya. Termasuk Ndalem Pojok, Kecamatan Wates dan sekitarnya. Rumah peninggalan Raden Mas Panji (R.M.P) Soemoatmojo alias Eyang Panji ini adalah salah satu penanda dalam windu-windu kehidupan Soekarno.
Di sinilah Soekamo kecil tinggal. Dia bermain dan belajar layaknya anak-anak lainnya. Di sini pula ia diselamatkan dari mati suri. Berganti nama dari Koesno menjadi Soekarno. Nama yang kita kenal saat ini sebagai bapak proklamator bangsa. Karena itu, ada keinginan bersama untuk menyelamatkan warisan sejarah itu. Bukan hanya rumah, tetapi juga lokasi-lokasi di sekitar.
Seperti Sungai dan pohon kapuh tua di belakang Ndalem Pojok. Hingga bekas stasiun dan kantor pegadaian di Wates. “Semua punya nilai sejarah bagi kami,” ujar Suharjono atau PakYon, putra Raden Mas Sajid Soemodihaijd kini yang mendiami rumah itu. Pak Yon terbaring di salah satu
dipan rumah itu terlihat getir. Berulang kali ia menggigit bibirnya. Menahan air matanya menetes saat mengingat kembali perlakuan ketidakadilan yang diterima Soekarno dan keluarganya setelah orde berganti. “Seperti pesan Bung Karno, jangan lupakan sejarah,” tuturnya.
Pemkab Kedini tampaknya merespons hal itu. Plt Kabag Humas Pemkab Kediri Edhi Purwanto mengatakan, sebagai salah satu warisan sejarah, dinas kebudayaan dan pariwisata (disbudpar) siap memfasilitasi lokasi tersebut agar menjadi cagar budaya. “Tapi prosesnya kan harus dilakukan. Dimana BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya, Red) yang berwenang menentukan. Kami sudah mengirim suratke sanana,” terangnya. Namun demikian, sebagai destinasiwisata, pemkab bisa memberikan dukungan berupa papan nama petunjuk arah dan hal-hal yang dibutuhkan. “Semua saat ini sedang dalam proses pembahasan,” tandasnya. (adl nugroho/ ndr)